Kaum Nabi NUH





Para ahli dan peneliti sepakat bahwa banjir besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh benar-benar ada. Bahkan dalam berbagai agama dan kepercayaan, termasuk kebudayaan beberapa negara, menceritakan kisah banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh.

Hanya saja, perbedaan pendapat muncul seputar peristiwa itu. Setidaknya, ada dua hal yang hingga kini menjadi kontroversi. Pertama, benarkah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia. Dan, kedua, apakah seluruh hewan yang ada di muka bumi ini naik ke kapal Nabi Nuh AS.


A. Banjir Besar Domestik

Para ahli sepakat bahwa ditenggelamkannya umat Nabi Nuh terjadi karena mereka membangkang atas ajakan Nabi Nuh untuk beriman kepada Allah SWT akibat sebuah banjir yang teramat besar. Berapa besarnya dan seberapa luasnya banjir itu melanda, inilah yang diperselisihkan.

Ada yang berpendapat, banjir besar melanda seluruh dunia. Sehingga, tidak ada satu binatang atau seorang manusia pun yang selamat, kecuali mereka yang berada di dalam kapal tersebut.

Namun, pendapat ini dibantah pihak lain. Menurut Harun Yahya, penulis buku Kisah-kisah dalam Alquran, banjir itu hanya terjadi di wilayah tertentu, tempat umat Nabi Nuh berada. Ia menegaskan, banjir Nabi Nuh terjadi hanya regional (domestik) dan tidak terjadi secara global yang menenggelamkan dunia. Ia mendasarkan pendapatnya ini dengan peristiwa yang menimpa kaum 'Ad dan Tsamud. Sementara itu, bagi penganut Kristen dan Katolik, mereka memercayai peristiwa itu terjadi secara global. Hal ini sebagamana dimuat dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menyatakan terjadinya banjir bersifat global.

Dalam Alquran disebutkan, ketika Nabi Nuh berdoa: ''Ya Tuhanku, janganlah engkau biarkan seorang pun di antara orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya, jika engkau membiarkan orang-orang kafir itu tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.'' (QS Nuh 25-27).

Namun doa itu, menurut Ibnu Katsir dalam bukunya, Qishash al-Anbiya', menyatakan, hanya ditujukan untuk umat Nabi Nuh, bukan semuanya. Selain itu, umat yang mendiami bumi ini juga terbatas, dan belum merata seperti sekarang ini.

Menurut para ahli, banjir itu hanya menimpa daerah tertentu. Yaitu, di daerah Mesopotamia yang meliputi wilayah Turki, Iran, dan Rusia. Lantaran, daerah itu berupa cekungan raksasa yang luasnya mencapai sekitar sembilan hingga 10 juta hektare atau sekitar 70 persen dari luas pulau Jawa. Sehingga, banjir saat itu besarnya bisa disamakan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5000 meter tidak akan tampak pada jarak 250 km.


Dari citraan satelit, lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat dilacak dengan membuat garis ketinggian dengan menelusuri level yang sama dengan level di mana perahu ditemukan. Dari sana diketahui, luas area banjir sekitar empat juta hektare. Sedangkan, panjang lingkup banjir sekitar 560 km.


B. Sebagian Binatang
Sama halnya dengan banjir besar yang terjadi secara regional atau global, para ahli juga berbeda pendapat. Pendapat pertama, seluruh hewan dan binatang yang ada di muka bumi, naik ke atas kapal secara berpasang-pasangan. Pendapat kedua, menyatakan, hanya sebagian hewan yang naik ke kapal Nabi Nuh. Penjelasan mengenai agar hewan dinaikkan 'hanya' sepasang, telah mengindikasikan tidak semuanya dinaikkan ke kapal.

Bahkan, sejumlah pakar menyatakan, jikalau seluruh hewan dan binatang naik ke kapal, bagaimana mungkin binatang Bison yang ada di Amerika, Komodo di Indonesia, Kanguru di Australia, Panda di Cina, bisa berkumpul dalam waktu singkat ke dalam kapal Nabi Nuh. Selain itu, bagaimana mengumpulkan berbagai jenis serangga, semut, nyamuk, laba-laba, dan lainnya secara berpasangan. Sementara, umat Nabi Nuh AS belum diberi kemampuan untuk membedakan jenis kelamin serangga antara jantan dan betina. Wa Allahu A'lamu



Doa Nabi Nuh dan Peristiwa Banjir Besar

Bagi umat Islam yang pernah membaca sejarah 25 Nabi dan Rasul, pastinya mengetahui tentang kisah Nabi Nuh AS. Ia diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya menyembah Allah SWT. Dan, selama lebih dari 900 tahun berdakwah kepada tiga generasi dari kaumnya, Nabi Nuh AS hanya mendapatkan pengikut sebanyak 70 orang dan delapan anggota keluarganya.

Nabi Nuh AS berdakwah siang dan malam, namun kaumnya tak juga mau menerima kehadirannya sebagai pesuruh Allah SWT. Hingga akhirnya, ia memohon kepada Allah agar kaumnya yang suka membangkang itu diberikan pelajaran agar mereka mau menyembah Allah. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT.

Ia diperintahkan untuk membuat sebuah kapal sebagai persiapan bila siksa Allah telah datang berupa banjir. Di dalam kapal tersebut, nantinya diikutsertakan pula semua spesies binatang secara berpasang-pasangan.

Setelah semuanya telah siap, pengikut Nabi Nuh dan hewan-hewan telah naik ke kapal, tak lama kemudian turunlah hujan lebat sehingga mengakibatkan banjir besar. Selain mereka yang berada di atas kapal, tak ada yang selamat dari banjir tersebut. Dan, ketika banjir telah reda, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar (berlabuh) di sebuah bukit yang tinggi (al-Judy). Peristiwa ini secara lengkap terdapat dalam Alquran Surah Nuh ayat 1-28 dan Hud (11) ayat 25-33, 40-48, dan 89. Cerita serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya dalam Alquran.

Peristiwa banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh ini tidak hanya terdapat dalam Alquran. Pada agama lain pun, seperti Kristen juga diceritakan peristiwa serupa.


Peristiwa banjir yang menenggelamkan umat Nabi Nuh itu, kini telah merebak ke seantero dunia. Para peneliti arkeologi berlomba-lomba mengungkap kebenaran cerita itu dengan meneliti tempat berlabuhnya kapal Nuh tersebut.

Seorang warga Schagen, Belanda, Johan Huibers, membuat replika kapal Nabi Nuh sekitar dua tahun lalu. Meski, saat itu masyarakat mengecapnya "gila", ia tetap meneruskan proyeknya itu. Proyeknya tersebut diklaim sebagai pembuktian kesetiaaan imannya kepada Tuhan dan ajaran-Nya.

Bukan hanya kisah Huibers tadi yang terinspirasi dari kisah Nabi Nuh. Tapi, cerita tentang bahtera (kapal) Nabi Nuh telah berpuluh tahun menjadi inspirasi maupun perbincangan di kalangan awam, arkeolog, dan sejarawan dunia. Hasil temuan mereka pun masih menjadi kontroversi dan belum berhasil mengungkap misteri yang sebenarnya tentang di mana kapal Nuh terdampar.

Kabarnya, sejumlah peneliti telah menemukan bukti-bukti valid tentang keberadaan kapal Nuh itu. Melalui penelitian selama beratus-ratus tahun dan mengamati hasil foto satelit, salah satu situs yang dipercaya sebagai jejak peninggalan kapal tersebut terletak di pegunungan Ararat, Turki, yang berdekatan dengan perbatasan Iran. Pemerintah Turki mengklaim 3500 tahun kemudian bangkai kapal tersebut ditemukan pada 11 Agustus 1979 di wilayahnya. Bahkan, situs ini telah dibuka untuk umum dan menjadi objek wisata. Kini, Gunung Sabalan di Iran, yang terletak 300 km dari situs pertama, juga tengah diselidiki.

Berbagai cara pembuktian pun dilakukan. Seperti yang terlihat dari foto-foto lansiran situs noahsark-naxuan.com, di lokasi itu tampak sebuah bentuk simetris raksasa seperti cekungan perahu. Diduga, tanah, debu, dan batuan vulkanis yang memiliki usia berbeda-beda telah masuk ke dalam perahu tersebut selama bertahun-tahun sehingga memadat dan membentuk sesuai bentuk perahu. Di sekitarnya ditemukan pula jangkar batu, reruntuhan bekas permukiman, dan ukiran dari batu.


Melacak Berlabuhnya Kapal Nabi Nuh AS


Memanfaatkan peta satelit Google Earth, lokasi situs perahu Nabi Nuh AS itu terletak pada ketinggian sekitar 2.000 dpl (dari permukaan laut). Lokasinya berada di kaki bukit yang agak rata. Sedangkan, di daerah sekitarnya masih ada lembah raksasa yang memiliki ketinggian jauh lebih rendah.

Berdasarkan hal tersebut, perahu Nabi Nuh AS diperkirakan mendarat pada saat banjir masih belum benar-benar surut. Hal ini juga menunjukkan kondisi topografi di sekitar situs perahu Nabi Nuh AS sangat mendukung untuk terjadinya banjir besar.

Keberadaan kapal Nuh di pegunungan Ararat itu diyakini para peneliti arkeologi sebagai penemuan paling heboh di dunia, selain Mumi Firaun dan Piramida. Sebab, penelitian itu dilakukan ratusan kali dengan melibatkan para pakar dan ahli geologi, arkeologi, dan pesawat luar angkasa untuk mengawasi dan memotret pegunungan Ararat. Dan, 'penemuan' itu dianggap paling heboh dan teramat berharga, karena peristiwa itu terjadi lebih dari 5.000 tahun lalu.

Di sekitar objek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan. Para peneliti percaya bahwa batu tersebut adalah drogue-stones. Pada zaman dulu, batu tersebut biasanya dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu. Para peneliti juga menemukan sesuatu yang tidak lazim pada batu tersebut, yakni adanya sebuah molekul baja yang diperkirakan berusia ribuan tahun lalu dan dbuat tangan manusia. Karena itu, mereka meyakini tempat tersebut adalah jejak pendaratan perahu Nuh.


Dari beberapa foto-foto yang dihasilkan, lokasi pegunungan Ararat itu memang menunjukkan adanya sebuah perahu yang sangat besar. Ukuran perahu itu diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang sekitar 500 kaki, lebar 83 kaki, dan tinggi 50 kaki.


Baidawi, salah seorang peneliti Muslim menjelaskan, ukuran kapal itu sekitar 300 hasta (panjang sekitar 50 meter dan luas 30 meter) dan terdiri atas tiga tingkat. Di tingkat pertama, diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan. Lalu, pada tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung.


Ada juga yang berpendapat, kapal Nuh itu berukuran lebih luas dari sebuah lapangan sepak bola. Luas pada bagian dalamnya cukup untuk menampung ratusan ribu manusia. Dan, jarak dari satu tingkat ke tingkat lainnya mencapai 12 hingga ke 13 kaki. Juga, hewan-hewan dari berbagai spesies itu jumlahnya diperkirakan mencapai puluhan ribu ekor. Menurut Dr Whitcomb, dalam perahu itu terdapat sekitar 3.700 binatang mamalia, 8.600 jenis itik/burung, 6.300 jenis reptilia, 2.500 jenis amfibi, dan sisanya umat Nabi Nuh. Adapun berat perahu itu diprediksikan mencapai 24.300 ton.

Mnurut sejumlah penelitian, perahu Nabi Nuh itu diperkirakan dibuat sekitar tahun 2465 SM (Sebelum Masehi). Dan, beberapa sarjana berpendapat, perahu Nabi Nuh itu dibangun di sebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah kawasan yang terletak di selatan Irak.

Jika ia dibangun di selatan Irak dan akhirnya terdampar di Utara Turki, kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus air sejauh kurang lebih 520 km.

Kebenaran penemuan itu masih diperdebatkan banyak pihak. Namun, sejumlah peneliti percaya bahwa pegunungan Ararat adalah tempat berlabuhnya kapal Nuh. Alquran tidak menyebutkan nama sebuah gunung kecuali nama al-Judi, yang berarti sebuah tempat yang tinggi.

Pegunungan Ararat dikenal sebagai gunung yang unik di Turki. Keunikannya hampir setiap hari akan tampak pelangi dari sebelah utara puncak gunung. Di Turki, pegunungan Ararat ini dikenal pula sebagai salah satu gunung yang memiliki puncak terluas di dunia dan tertinggi di Turki. Puncak tertingginya mencapai 16,984 kaki dpl. Sedangkan, puncak kecilnya setinggi 12,806 kaki. Menurut para ahli, jika seseorang berhasil menaklukkan puncak besarnya, mereka akan menyaksikan tiga wilayah negara dari atasnya, yakni Rusia, Iran, dan Turki.

Komentar

Postingan Populer